Pemerintah
Mesir menutup Gereja Perawan Maria dan St. Paula di desa Kedwan, provinsi
Minya, yang terletak 245 km di selatan Kairo dengan alasan adanya protes dari warga Muslim setempat.
Sebagaimana
dikutip pemberitaan Morning Star News, Uskup Ortodoks Koptik Minya, Anba Makarios
sudah mengajukan permohonan ke pemerintah setempat supaya membuka kembali kedua gereja yang ditutup sejak bulan Juli 2 0 7 itu.
Lantaran permohonannya
ditolak, uskup Makarios memutuskan menerbitkan pernyataan publik terkait alasan
penutupan yang terkesan dibuat-buat. Pernyataan ini ditandatangani oleh sebanyak 1300 anggota gereja.
Uskup
Makarios mengatakan kalau Kristen Koptik dan Muslim setempat selama ini hidup
berdampingan. Dia mengklaim kalau kelompok ekstrim kecillah yang menyulut api permusuhan antar agama di sana.
“Kepolisian
melarang orang-orang Koptik untuk menjalankan ibadahnya di Kedwan, Minya.
Mereka mengklaim bahwa hal itu terjadi karena protes dari beberapa faksi agama dan mereka perlu didengarkan,” kata uskup Makarios.
Dia menilai
bahwa pejabat setempat berlaku berat sebelah karena mereka juga tidak mempertimbangkan
kondisi orang-orang Koptik di sana. Padahal, mereka tidak menuntut apa-apa
selain bisa berdoa di rumah ibadah mereka. Dia meyakini bahwa pejabat setempat memang sengaja menutup gereja untuk membungkam kelompok ekstrimis Islam.
Terlepas
dari penutupan gereja, orang-orang Kristen Mesir juga dilarang untuk menjalankan ibadah di sebuah rumah di desa Ezulan Al-Forn, Minya minggu lalu.
Uskup Makios
pun menolak alasan pelarangan itu karena aktivitas itu tidak berizin. Padahal menurutnya,
warga Muslim setempat tidak pernah keberatan jika orang Kristen Koptik berdoa di rumah mereka.
Perlakuan
tidak adil inipun sudah dilaporkan kepada Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.
Mereka menyampaikan keluhan ini lewat sebuah surat berisi perlakuan tak adil pejabat
setempat atas mereka.
Berkat
surat itulah, Kristen Koptik bisa merayakan festival Kenaikan Bunda Maria tanpa
ada larangan dari pemerintah setempat.